Perjalanan dengan KLM dari Jakarta menuju Amsterdam, lebih dari 13 jam. Waktu yang cukup panjang untuk melakukan banyak hal: menyelesaikan pekerjaan dan presentasi yang tidak selesai-selesai, baca-baca tulisan ringan yang selalu tak kesampaian ketika di rumah, atau menikmati puluhan hiburan film yang tersedia di gawai hiburan pribadi di masing-masing kursi. Akhirnya tak ada satupun yang dilakukan, karena rupanya tidur menjadi pilihan yang paling logis. Tapi senikmat-nikmatnya tidur sambil duduk, tentu tak ada kelelapan itu. Empat jam terakhir, sebelum mendarat, akhirnya bisa juga menonton film, dan diantara deretan puluhan film terbaru, pilihan akhirnya jatuh pada film Boy Choir. Tidak ada alasan khusus kenapa memilih film itu, hanya saja, dari gambar posternya, saya sudah bersiap untuk menonton kisah sedih di awal, berjuang keras atau menemukan sesuatu yang mengubah hidup, dan akhirnya happy ending…ya semacam itulah. Satu-satunya bintang yang saya kenal di film itu hanya Dustin Hoffman, yang tentu tak usah dijelaskan siapa dia.

boy choirLebih dari satu jam menikmati film itu, kesimpulan saya adalah film itu biasa-biasa saja, dan cenderung datar serta ingin serba cepat, sehingga suspense dari perdebatan bathin pemain tidak terlalu muncul, upaya keras pemain utama dalam mencapai prestasi tidak tergambar, dan demikian pula adukan emosi drama rumah tangga tidak sepenuhnya tercapai. Dustin Hoffman-pun sepertinya belum mengerahkan kemampuan terbaiknya. Tapi tunggu dulu, mungkin saja si empunya cerita (Sutradara) memang mengitikadkan seperti itu. Karena sepertinya film ini diarahkan untuk remaja, maka mungkin saja memang tidak perlu yang rumit-rumit, yang penting pesan moral mengenai kerja sungguh-sungguh bisa tercapai.

Film ini berkisah mengenai seorang remaja di Texas, Stet, yang bengal tapi pinter (meskipun kebengalannya hanya tergambar dari scene singkat kelakuannya mengolok-olok guru kesenian dan menghajar teman yang mengolok-olok Ibunya) dan memiliki suara emas, yang tertutup oleh kebengalannya. Suatu hari, Kepala sekolah mengundang National Boy Choir, ini hanya imajiner saja, kumpulan anak bersuara emas, untuk tampil  di sekolah anak itu sekalian melakukan audisi. Katanya Kepala Sekolah sih undangan tersebut sengaja dilakukan supaya ada kesempatan buat si Stet menunjukan bakatnya. Tapi alih-alih menunjukan suara emasnya, Stet malah keder duluan dan kabur dari audisi, hingga hilanglah kesempatan itu. Singkat cerita, Ibunya yang pemabuk dan single parent meninggal karena kecelakaan, dan di pemakaman, Bapaknya (yang lumayan tajir dan sudah punya keluarga baru dengan dua gadis) datang dan akan memasukan Stet ke panti asuhan. Sang Kepala Sekolah yang mengetahui bakat Stet justru mengusulkan supaya dia dimasukan ke sekolah yang ternyata menjadi naungan National Boy Choir tadi, dan dengan ogah-ogahan si ayah melaksanakannya. Waktu daftar di sekolah, ketika disuruh nyanyi, ternyata para gurunya (termasuk Mr. Carvelle, Dustin Hoffman) menganggap suaranya tidak nyekolah, tidak ikut pakem notasi dan kurang musikalitasnya, meskipun ada satu guru yang menganggap ada bakat tersembunyi yang bisa diasah. Kesimpulannya, anak itu tak layak belajar disana. Tapi sang ayah yang ingin segera “membuang” anaknya itu hanya bereaksi singkat dengan menulis selembar cek, dan bilang, “teach something”, ini cek untuk biaya sekolah setahun dan anggap sisanya sebagai donasi. Kepala sekolah tidak bisa menolak tawaran orang tua murid, dan akhirnya diterimalah si Stet di sekolah itu. Cerita selanjutnya adalah Cinderela style, dibully dulu, keluar bengalnya sampai kemudian ada guru yang bisa memunculkan bakat, sampai kemudian jadi bintang… happy ending.

Melihat nama Dustin Hoffman, sebenarnya sangat berharap untuk keluar karakter kuat seperti di the Rain Maker. Ada contoh film sejenis yang memunculkan karakter kuat seperti Al Pacino di Scent of a Woman, Sean Connery di Finding Forester, Robin Williams di Good will Hunting atau Hillary Swank di Freedom Writer. Film-film tersebut menceritakan hal yang kurang lebih sama mengenai kemampuan dan bakat sang anak yang tertutupi oleh perilaku yang berbeda dengan lingkungannya.

Film ini juga bercerita tentang good teacher dan bad teacher, dimana ada guru yang cepat menyerah menghadapi anak didiknya, yang menurut mereka tidak bisa dididik lagi, dan tentang para Guru yang menggunakan hatinya untuk mengenali, menggali dan kemudian memunculkan bakat sang anak didik hingga akhirnya terasah mengkilat laksana berlian. Ini seperti cerita para Guru kelas 1 SD jaman dulu yang mendidik anak didik dari mentah hingga menjadi anak yang bisa baca tulis, bukan guru yang memarahi anak yang baru masuk SD karena tidak bisa baca tulis, dan menyuruhnya kembali ke sekolah PAUD.

Sebenarnya ada banyak film Indonesia yang dengan kuat mengajarkan kesabaran seorang Guru dalam mendidik anak muridnya, katakanlah Laskar Pelangi yang fenomenal itu. Kalau boleh jujur, saya selalu meneteskan air mata setiap menonton film-film seperti itu, meskipun sudah nonton berulang kali. Tadi malam juga sempet menteskan air mata, untunglah lampu di dalam pesawat dimatikan.

Film ini ditutup dengan tepat oleh alunan berlirik panjang dari Josh Groban bersama-sama dengan American Boy Choir, seolah menjadi rangkuman dari film tersebut.

“The Mystery Of Your Gift”

(feat. Brian Byrne and the American Boy Choir)

A single note passes out of the ashes

A flickering ember begins

It’s the courage to turn when the pages have burned

And your story now seems at an end

Seasons stay and seasons go

Sending your memories adrift

It’s the beautiful longing, embrace the unknown

That’s the mystery of your gift

 

And the echoes of your melody will always live in these walls

And the lessons that you gave to me, before you can fly, you must fall

It’s the beautiful longing, embrace the unknown

That’s the mystery of your gift

 

There’s a voice in the shadow calling for more

There’s a rhythm that beats from within

Lending your voice to the warmth of the song

There’s a strength in the choir of one

Pure as the voice that sees the place where the weight of your past may now lift

It’s the beautiful longing, embrace the unknown

That’s the mystery of your gift

 

And the echoes of your melody will always live in these walls

And the lessons that you gave to me, before you can fly you must fall

So sing higher & higher, a thousand new voices ring through

If you sing out of the fire, the courage you need comes from you

 

And the echoes of your melody will always live in these walls

And the lessons that you gave to me, before you can fly, you must fall

It’s the beautiful longing, embrace the unknown

That’s the mystery of your gift

 

It’s the beautiful longing, embrace the unknown

That’s the mystery of your gift

 

(05 Desember 2015,  KLM 0810)

Tinggalkan komentar