#edisiotw

Seminggu kemarin, menghabiskan quality time saya bersama teman-teman seperburungan di Jambi, sebagai bagian dari kegiatan Asian Waterbird Census 2018. Pengamatan burung kali ini diarahkan ke Pantai Cemara, Jambi, yang dikoordinir oleh Taman Nasional Berbak – Sembilang, BKSDA Jambi dan Pemda Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan dukungan dari UNDP Sumatran Tiger Project, Wetlands International dan Kemitraan Nasional Pengelolaan Burung Migran. Hampir 30 manusia burung dari lingkup konservasi – kehutanan, kampus, industri pariwisata dan media bersesakan mengikuti kegiatan.

Langkah awal dimulai dengan perjalanan 5 mobil dari Jambi menerobos jalan aspal – beton, sebagian berlubang, menuju Nipah Panjang selama hampir 4 jam. Sebelum menghabiskan hari, saya didaulat untuk memberikan pengantar tidur mengenai fakta dan data seputar burung migran. Pidatonya sendiri hanya sebentar saja, dan diskusinya seputar dunia burung dan konservasi secara umum yang kemudian mengantarkan peserta memasuki peraduan lepas tengah malam.

Tak ada alasan untuk tidak bangun pagi, karena cericit burung-burung walet di gedung-sarang sebelah rumah cukup bisa menggantikan alarm untuk membangunkan kami. Selepas shalat subuh, berjalan sebentar menikmati suasana Nipah Panjang yang cukup eksotis di akhir apitan sungai Berbak dan Batanghari, setidaknya untuk saya yang hidup di pegunungan.

Perjalanan berikutnya dilakukan dengan menggunakan speed boat berkapasitas sekitar 40 orang. Dengan 3 buah mesin tempel berkapasitas masing-masing 200 PK, menerobos lautan selepas muara Sungai Batanghari bukanlah merupakan tantangan yang terlalu sulit untuk dilewati. Sepanjang perjalanan, belahan air yang ditembus mesin memuncratkan ikan-ikan kecil sehingga menjadi perhatian Dara-laut kumis dan Dara-laut biasa untuk terbang mengikuti laju perahu untuk menangkap ikan. Jadilah ini kesempatan emas bagi para penyandang lensa panjang untuk memulai menguji alat masing-masing.

Menghampiri Pantai Desa Cemara, kemampuan nakhoda diuji untuk memilih alur yang tepat disela air kecoklatan dan bentangan pantai berpasir hitam, sampai kemudian memasuki sungai yang tidak terlalu besar, diapit oleh hamparan mangrove yang tidak terlalu lebat. Di dermaga akhir, transportasi beralih ke mobil bak terbuka L300 yang biasa dipakai untuk mengangkat sawit dari kebun, menyusuri jalan yang baru dibeton selebar pas mobil. Lumayan lah, daripada harus berjalan menggotong bawaan sejauh hampir 1 km. Base camp untuk semalam ini adalah di rumah pertama ujung jalan, yang bisa saja menampung 40-50 orang susun-pindang.

Setelah makan siang bermenu serba kerang, ditempa panas terik khas pesisir, rombongan memulai pengembaraan dengan menggunakan 2 buah mobil tadi, menelusuri jalan di sepanjang perkebunan pisang. Namun rupanya perjalanan hidup tak selalu sesuai dengan rencana, karena tak lama berjalan ternyata mobil yang saya tumpangi kejeblos lumpur dan tak bisa bergerak sama sekali. Ya sudahlah, dengan lunglai kami bersepuluh memulai perjalanan hampir 4 km menuju pantai, sambil berharap mobil yang satunya berbaik hati untuk menjemput, meskipun ternyata itu  hanyalah wishful thinking mimpi di siang yang benar-benar bolong panas terik. Tapi entah kenapa, selalu saja ada balasan bagi orang-orang baik dan menderita seperti kami ini. Bayangkanlah, in the middle of nowhere, tiba-tiba tertatap seonggok motor yang dibelakangnya membawa sekotak es krim. Kami sempat mengucek mata dan takut itu merupakan fatamorgana, tapi ternyata itu nyata. Jadilah kami menyantap sesuai pilihan masing-masing, bahkan tanpa perlu bertanya harganya berapa (karena akhirnya dibayar oleh Panitia).

Setelah khatam berjalan hampir 4 km, akhirnya sampai di Pantai Cemara yang melegenda. Kondisi surut yang cukup jauh menyisakan hamparan pantai berpasir coklat  hitam padat, yang bahkan bisa dilewati oleh sepeda motor.  Meskipun lebih nyaman untuk berjalan dan pengamatan, namun kondisi surut yang panjang sebenarnya menghadirkan masalah lain, yaitu lebih tersebarnya burung-burung di areal sepanjang lebih dari 4,5 km. Benarlah, setelah berjalan cukup jauh, tidak banyak individu burung yang teramati sehingga membuat kami cukup (sangat) kecewa ….

(bersambung menuju happy ending)

#asianwaterbirdcensus

#asianwaterbirdcensus2018

Tinggalkan komentar